Home
 
 
 
 
Hampir Separoh Anggota DPRD Mengadukan Pemko Pekanbaru ke Komisi Informasi Riau

Selasa, 19/05/2020 - 23:37:13 WIB


TERKAIT:
   
 
PEKANBARU - Dua belas  orang anggota DPRD Kota Pekanbaru mendatangi Kantor Komisi Informasi (KI) Riau di Jalan Gajahmada, Pekanbaru, Selasa (19/05/2020).

Kedatangan legislator ke KI Riau ini untuk melaporkan pengesahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru tahun 2017-2022 yang disebut-sebut cacat hukum.

Kedatangan para wakil rakyat ini disambut oleh empat orang komisioner Yakni Zufra Irwan SE (Ketua), Joni S Mundung, Tatang Yudiansyah dan Alnofrizal.

Dikesempatan itu, Anggota DPRD Kota Pekanbaru dari PKS Sabarudi dan Ida Yulita Susanti dari Fraksi Partai Golkar mengadukan masalah pengesahan RPJMD yang banyak melanggar aturan perundangan dan tata tertib (tatib) DPRD.

"Intinya, kami berjalan 18 orang anggota DPRD Kota Pekanbaru bukan karena mencari panggung. Karena tak ada gunanya kami mencari panggung. Kami sudah duduk. Jadi kalau ada yang bicara kami cari panggung, untuk apa kami cari panggung. Kecuali kita akhir masa jabatan, cari suara bolehlah kami cari panggung. Tapi ini murni kami menjegal, karena memang ada persoalan besar dalam revisi RPJMD yang tidak diketahui oleh orang banyak. Makanya kami buka dokumennya tadi," papar Ida.

Jadi APBD Kota Pekanbaru itu, ungkap Ida, setiap tahun 70 persen dihabiskan oleh multiyears. Sementara yang tunda bayar sudah 8 tahun.

"Itu faktanya. Nah hari ini, sebut Ida, tidak mungkin dibengkakkan lagi dengan krisis ekonomi ini," cakap Ida.

Sementara itu, Sabarudi mengatakan? RPJMD itu sebetulnya payung hukum untuk membuat RKPD.

"Jadi kalau Perda RPJMD itu sudah selesai, menggampang ada legal standingnya buat APBD kita. Jadi, APBD mau diapa-apain sudah ada payung hukumnya itu. Itu makanya RPJMD itu menjadi sangat penting," ujar Sabarudi.

Menyikapi masalah itu, Ketua Komisi Informasi (KI) Riau, Zufra Irwan prihatin dan mempertanyakan hati nurani para pengambil kebijakan di Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru.

"Jelas kita prihatin. Dan saya mempertanyakan hati nurani mereka, termasuk para wakil rakyat di DPRD Kota Pekanbaru," ujar Zulfra seraya berharap kepada 18 anggota dewan yang meminta dilakukannya peninjauan kembali terhadap pengesahan RPJMD untuk istiqomah dan benar-benar berjuang demi rakyat.

"Saya mendorong para wakil rakyat untuk memaparkan semua permasalah yang terjadi ke pemerintah pusat. Sekarang lengkapi data dan berangkat ke Jakarta. Laporkan semua kejanggalan yang terjadi kepada Kabag Reskrim, Kejaksaan Agung, Menteri dalam Negeri dan Kemen PANRB," saran Zufra.

Penyataan keras lainnya juga disampaikan Komisioner KI Riau Joni S Mundung.

Menurut Joni, keterbukaan informasi publik dan kinerja Pemko Pekanbaru sangat jelek. Setiap masyarakat yang minta informasi dan data, kebanyakan ditolak.

"Masalah bantuan saja tak selesai. Ini disebabkan mereka tidak transparan soal data. Siapa yang menerima, berapa jumlahnya, anggarannya berapa, semua tertutup. Jauh hari kami sudah sampaikan, kalau tidak transparan, maka akan kacau. Sekarang terbuktikan?," tandas Joni.

Terkait kacaunya penyaluran bantuan kepada masyarakat akibat pemberlakukan PSBB, kata Joni, dirinya menyarankan RT/RW melakukan pembangkangan sosial.

"Biarlah saya disebut provokataor, asalkan semua terbuka dan transparan," tukas Joni sembari juga mengatakan, kedatangan sejumlah anggota DPRD Pekanbaru dalam jumlah banyak ini merupakan peristiwa langka yang jarang terjadi di republik ini. Dan ini menjadi cambuk bagi walikota, mengingat DPRD merupakan mitra kerja mereka.
 
Hal senada juga disampaikan Komisioner KI lainnya, Yatang Yudiansyah.

Menurut Tatang, di era keterbukaan informasi publik sekarang ini seharusnya Pemko Pekanbaru transparan. Tidak ada yang disembunyi-sembunyikan. Apalagi kalau itu masalah kepentingan rakyat.

"Ini yang tidak kita lihat. Ketika RT/RW menyodorkan data, Pemko justru punya data sendiri. Akibatnya, bantuan penanganan Covid-10 menjadi kacau sampai saat ini. Termasuk juga masalah RPJMD yang jelas-jelas untuk kepentingan daerah. Ternyata, banyak hal yang disembunyikan. Seperti yang barusan kami dengar, kalau disana masih terdapat sengketa lahan seluas 226 hektare," beber Tatang.

Kemudian, ungkap Tatang, soal penempatan tenaga kerja lokal yang tak sebanding dengan tenaga kerja asing (China). Kalau TKI 500 orang, maka TKA 7.000 lebih.

"Semua ini karena adanya kontrak dengan pihak luar. Kalau memang iya, kenapa ini tidak dipublis dari awal?" pungkasnya.(*)
Home