Home
 
 
 
 
Penggarap Tanah Adat Houtman Ajukan Gugatan

Selasa, 06/04/2021 - 22:34:32 WIB


TERKAIT:
   
 
ZONARIAU.COM  | PELALAWAN - Sengketa hukum nasional dan hukum adat mulai mencuat ke permukaan. Houtman sebagai penggarap tanah adat di Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, mulai mengajukan gugatan melawan hukum terhadap 6 pihak.

Tiga pihak diajukan sebagai tergugat adalah PT Arara Abadi (Tergugat I), Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau (Tergugat II) dan Balai Pengelolaan Rutan Produksi Wilayah Pekanbaru (Tergugat III).

Sedangkan tiga lainnya adalah Kepala Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan (Turut Tergugat I), Camat Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan (Turut Tergugat II), dan Pemangku Adat Petalangan Sengeri Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan (Turut Tergugat III).

Gugatan Houtman diajukan menggunakan jasa Organisasi Bantuan Hukum Seroja 77, beranggotakan Agus Tri Khoiruddin SH, Eri Surya Wibowo SH, Refransi Ranner Nainggolan SH, dan Agus Richardo ST SH.

Ihwal gugatan Houtman disampaikan karena sebagai pemilik lahan garapan seluar 183,8 hektare terletak di Desa Palas yang merupakan bekas Peladangan dan Wilayat Batin Sengeri, merupakan bagian dari anak kemenakan Batin Sengeri sebagaimana Surat Keterangan Nomor. 11/BS-LAP/SK/V/2020 yang ditandatangani oleh Pemangku Adat Petalangan Batin Sengeri tertanggal 30 Mei 2020.

Sebelumnya Wali Desa Palas telah menerima ganti rugi/sagu hati sebagai Pancung Alas dari Penggugat yang kemudian lahan garapan tersebut diserahkan kepada Penggugat.

Penggugat juga telah memberikan saguh hati (Pancung Alas) yang diterima Turut Tergugat I selaku Wali Desa Palas yang bemama A. Samat sebagaimana surat pemyataannya pada tahun 1991 yaitu pihak Turut Tergugat I dalam surat tersebut menyatakan telah dilakukan pelunasan terhadap ganti kerugian lahan seluas 183,8 Ha oleh Penggugat, serta pada saat itu juga diketahui oleh Turut Tergugat II selaku Camat Pangkalan Kuras. Dimana Wali Desa Palas telah menyerahkan lahan garapan tersebut kepada Penggugat dengan lahan garapan seluas 183,8 Ha tersebut.

Seiring berjalannya waktu atas penyerahaan lahan garapan tersebut, Penggugat telah melakukan penanaman pohon kelapa sawit dilahan milik Penggugat, yang telah ditanami seluas ± 140 hektare dari luas 183.8 hektare yang di serahkan oleh Turut Tergugat I dahulunya kepada Penggugat , adapun jumlah bibit pohon kelapa sawit dari luas yang ditanam sebanyak ± 22.000 batang. Pada Oktober 2020, Penggugat dalam melakukan penanaman selalu dihalangi Tergugat I dengan menanam pohon akasia disebelah Tanaman Penggugat. Atas tindakan Tergugat I dengan menanam Pohon akasia dtsamping Pohon Kelapa Sawit yang sudah ditanam oleh Penggugat telah mengakibatkan 2.000 batang bibit kelapa sawit milik Penggugat menjadi rusak diakibatkan Alat Berat milik Tergugat I pada akhir bulan Desember 2020 tanpa didasari Tata Batas Areal kerja Tergugat I sebagaimana amat SK.703/MENHUT-II/2013 tentang perubahan keputusan menteri kehutanan Nomor : 743/KPTS-11/ 1996 tanggal 25 November 1996 tentang pemberian hak pengusahaan hutan tanaman industri atas areal hutan seluas 299.975 hektare di Provinsi daerah tingkat I Riau kepada PT Arara Abadi tertanggal 21 Oktober 2013.

Akibatnya, Tergugat I atas Penegakan hukum telah membuat surat Pengaduan kepada Tergugat II sebagaimana Surat No. 229/AAIX/2020/Ditreskrimsus tertanggal 22 Oktober 2020 dengan Nomenklatur dugaan tindak pidana di bidang Pencegahaan dan Pemberantasan Perusakan Hutan berupa melakukan kegiatan perkebunan tanpa Izin Menteri dikawasan hutan dan atau perkebunan sebagaimana Undang-undang RI No. 1 8 Tahun 2013 tentang pencegahaan dan pemberantasan Perusakan Hutan yang mana sepatutnya Tergugat I juga harus mampu memberikan bukti Penetapan Kawasan Hutan sebagaimana Amanat Pasal 14 dan Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 Tentang kehutanan untuk melengkapi Alibi hukum Tergugat I sehingga memberikan kepastian hukum tanpa menghilangkan Roh hukum itu sendiri dan bukan melakukan penggelapan hukum dengan mendalilkan Penegakan hukum.

Atas dasar Pengaduan Tergugat I terhadap Tergugat II yang mana Tergugat II telah memanggil Penggugat untuk dimintai keterangannya sebagaimana surat No.B/2065/XI/2020/Ditreskrimsus tertanggal l 0 November 2020, dimana sepatutnya Tergugat II terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap laporan pengaduan Tergugat I apakah sudah memenuhi unsur-unsur atas pengaduan tersebut dalam pembuktian segi tiganya dan bukan menggunakan Undang­ undang RI No.18 Tahun 2013 tentang pencegahaan dan pemberantasan Perusakan Hutan sebagai Nomenklatur Pencegahaan dan pemberantasan Perusakan Hutan tanpa didadasari kepastian hukum dilapangan terhadap kawasan hutan itu sendiri. Sehingga tindakan mana yang dilakukan oleh Tergugat II dengan memanggil Penggugat , jelas-jelas menyita waktu serta mengakibatkan kerugian Materil dan tindakan hukum yang dilakukan Tergugat II atas kewenangannya haruslah menunjukkan keprofesionalanya dalam penegakan hukum itu sendiri .

Tindakan Tergugat I terhadap Penggugat dalam Upaya Hukumnya dinilai Kuasa Hukum sangatlah Prematur dan mengada-ada, karena Tergugat I Juga harus mampu membuktikan kepastian hukum dilapangan terhadap kawasan hutan sebagai mana dimaksud Pasal 1 angka 3 UU No.41 Tahun 1999 Tentang kehutanan yang menyatakan: Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerilntah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”, dimana diperkuat dengan Putusan MK No. 45/PUU-IX/2012 yang mesyaratkan pengukuhan terbadap kawasan hutan sebagimana pasal 15 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan harus dilakukan guna kepastian hukum dilapangan, serta hak keperdataan Penggugat yang telah 20 tahun lebih menguasai lahan perkara Aquo.

Kuasa Hukum Houtman tindakan Penanaman pohon Akasia yang dilakukan disebelah tanaman Kelapa Sawit milik Penggugat merupakan tindakan melawan hukum yang mana sepatutnya Tergugat I juga harus memberikan bukti yaitu Tata Batas Areal Kerja dalam Laporan Pengaduannya di Pihak Tergugat II, sehingga Tergugat I telah memenuhi syarat administrasi sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 43/Menhut-W/2013 tentang Penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan dan pengelolaan kawasan hutan, serta dalil lainnya.

Untuk itu Houtman, lewat kuasa hukumnya mengajukan gugatan sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salalu menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” telah sepatutnya pula atas perbutan mana yang dilakukan oleh Tergugat I dengan melawan hukum telah mengakibatkan kerugian yakni kerugian materil dan immateril.

Houtman mengajukan gugatan materil senilai Rp132,27 juta dan gugatan immateril senilai Rp1 miliar.

“Demikianlah gugatan ini diajukan dan atas pertimbangan keadilan yang diperoleh Penggugat di Pengadilan Negeri Pelalawan,” jelas kuasa hukum Houtman. ***

Sumber : politicanews.id
Home