PENDIDIKAN INKLUSI SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI PERMASALAHAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Selama ini pandangan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus sebagai kaum yang memiliki ketidakmampuan dan keterbatasan fisik ataupun mental, yang selalu menjadi beban, tidak berguna, harus selalu dibantu dan dikasihani. Pandangan masyarakat yang negatif terhadap anak berkebutuhan khusus disebabkan karena budaya yang masih melekat di masyarakat. Misalnya banyak keluarga yang beranggapan bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan sebuah aib sehingga anak mereka hanya dipingit di dalam rumah tidak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, tidak mengenyam pendidikan yang tentunya berdampak pada psikis si anak dan masa depannya.
Pendidikan sangat dibutuhkan bagi anak-anak untuk mencapai kesejahteraan sosialnya. Tak terkecuali anak-anak yang kurang beruntung baik dalam segi fisik maupun mental. Namun kenyataan di lapangan, anak-anak yang kurang beruntung dan berkebutuhan khusus menjadi anak yang dapat dikatakan mendapat pengecualian.
Pendidikan inklusif berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain.
Ada beberapa alasan pentingnya pendidikan inklusi dikembangkan dalam layanan pendidikan bagi anak luar biasa. Alasan tersebut antara lain:
1. Semua anak, baik cacat maupun tidak mempunyai hak yang untuk belajar bersama-sama dengan anak yang lain.
2. Tidak dibeda-bedakan tetapi perlu dipandang bahwa mereka memiliki kesulitan dalam belajar.
3. Tidak ada alasan yang mendasar untuk memisah-misahkan anak dalam pendidikan. Anak memilki kebersamaan yang saling diharapkan di antara mereka.Ia tidak pernah ada upaya untuk melindungi dirinya dengan yang lain.
4. Penelitian menunjukkan bahwa anak cenderung menunjukkan hasil yang baik secara akademik dan sosial bila mereka berada pada setting kebersamaan.
5. Tidak ada layanan pendidikan di SLB yang mampu mengambil bagian dalam menangani anak di sekolah pada umumnya.
6. Semua anak membutuhkan pendidikan yang dapat mengembangkan hubungan antar mereka dan mempersiapkan untuk hidp dalam masyarakatnya.
7. Hanya pendidikan inklusi yang potensial untuk menekan rasa takut dalam membangun kebertemanan, tanggung jawab, dan pemahaman diri.
Dengan memperhatikan beberapa alasan tersebut, jelas dalam pendidikan inklusi kebutuhan anak akan terpenuhi sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Kebutuhan anak dapat berupa kebutuhan yang bersifat sementara, permanen, dan kultural. Kebutahan sementara merupakan kebutuhan yang terjadi pada saat tertentu yang dialam oleh seorang anak. Misalnya adanya sikap positif bagi siswa berkelainan yang berkembang dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja sebaya. Siswa belajar untuk sensitif, memahami, menghargai, dan menumbuhkan rasa nyaman dengan perbedaan individual.
Selain itu, anak berkelainan belajar keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka dimasukkan dalam sekolah umum. Dan dengan sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak negatif dari sekolah segregasi, antara lain kecenderungan pendidikannya yang kurang berguna untuk kehidupan nyata, label “cacat” yang memberi stigma pada anak dari sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya kemungkinan untuk saling bekerjasama, dan menghargai perbedaan.
Sekolah inklusi bukanlah sekedar sekolah yang menerapkan konsep penyetaraan terhadap semua manusia dalam memperoleh pendidikan, tapi juga membutuhkan settinggan ramah anak didalamnya. Setting ramah anak ini sangat membantu dan mendorong kemajuan perkembangan penerapan pendidikan inklusi di sekolah.
Dimana para anak anak berkebutuhan khusus sangat membutuhkan dukungan dan motivasi yang mampu mendorong mereka untuk berinteraksi dengan lingkungannya, maka komponen utama yang paling mereka butuhkan di sekolahnya adalah sebuah keramahan, yang menerjamahkan pada mereka suatu penunjukkan kondisi penerimaan terhadap diri mereka. Partisipasi masyarakat dan adanya kemandirian menetukan berjalannya kebijakan sekolah inklusi ini.
Karena dalam sekolah inklusi ini dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dengan pengajar di kelas untuk menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Selain itu dalam sekolah inklusi, guru-guru diharuskan untuk mengajar secara interaktif.
Hal ini nantinya dapat menciptakan komunikasi antar guru dan siswa, sehingga dapat timbul kedekatan. Dengan adanya kedekatan tersebut akan menghilangkan adanya isolasi profesi. Dalam sekolah inklusi, makna orang tua juga berperan dalam menentukan perencanaan baik dari segi perencanaan kurikulum di sekolah maupun bantuan belajar di rumah.
Tugas Pendidikan Inklusi oleh dosen pengampu : Dea Mustika, S.Pd.,M.Pd.
Disusun oleh : Nurhasanah, Siska Amelia S. Rambe, Suci Ramadhani, Syadidah Khansa Rafikin,Yulianti, dan Zidan Dika Dafara.